Friday, November 9, 2012

Mana yang lebih penting? Karir atau Keluarga?




 Disetiap saat di dalam hidup, kita dihadapkan dengan sebuah pilihan. Yang manakah yang seharusnya menjadi pilihan kita : tuntutan terhadap pekerjaan atau kewajiban terhadap keluarga kita ?

Jika ada rapat direksi pada hari ini pada jam yang bersamaan dengan saat anak kita diwisuda, kemana kita harus pergi -- ke ruangan rapat atau ke acara wisuda ?

Jika kita harus menyajikan suatu presentasi yang sangat penting sekali besok, sehingga bisa meningkatkan karir kita, tetapi istri kita memberitahukan bahwa dia harus pergi ke dokter atas dugaan adanya penyakit kanker, janji yang mana yang harus kita tepati?

Contoh-contoh diatas adalah pergumulan sehari-hari dari hati nurani yang harus kita perangi, dengan mencoba untuk menjaga keseimbangan antara tanggung jawab kita mencari nafkah menghidupi keluarga dan kesempatan kita untuk menikmati hidup. Dan pilihan-pilihan kita selalu mengungkapkan siapa sesungguhnya kita ini.

Pilihan-pilihan kita menunjukkan watak/sifat kita yang sesungguhnya. Prioritas kita adalah indikator yang paling baik dari idenditas kita yang sesungguhnya. Saya tahu banyak diantara anda semua akan mengejar karir dengan keinginan bahwa biar bagaimanapun juga, anda melakukan semua ini untuk keluarga.

Banyak dari kita, lebih ingin menjadi karyawan yang menonjol/berprestasi, teladan daripada menjadi ayah-ayah yang dekat dengan anak-anaknya ataupun suami-suami yang menyenangkan. Banyak dari anda semua memilih untuk berprestasi sangat baik di kantor sekalipun harus bekerja 12 sampai 16 jam sehari, pulang ke rumah hanya untuk bersalin pakaian atau hanya tidur sebentar saja.

Tetapi untuk apa? Pada akhirnya, apa yang anda capai? Apa yang menguntungkan seorang professional yang sangat sukses ataupun usahawan yang sangat kaya jika pada akhirnya, dia kehilangan keluarganya, menghancurkan perkawinannya ataupun memalukan nama yang akan dia tinggalkan kepada anak-anaknya?

Apa yang telah dicapai oleh seorang yang kaya seandainya dia telah membangun peruntungannya dan mendirikan konglomerasi dari perusahaan-perusahaan yang
sangat menguntungkan namun menyebabkan istrinya menjadi tidak setia, anak-anaknya kecanduan obat-obatan dan melakukan tindak kejahatan dan diri
sendiri menjadi kekeringan rohani atau bahkan padam sama sekali?

Apa yang paling penting?

Lihat disekeliling kita. Bukti-bukti tersebut sangat banyak dan tidak dapat dikembalikan lagi seperti semula. Keluarga menjadi hancur. Perkawinan menjadi hancur. Hidup menjadi sama sekali hampa.

Bahkan ketika seseorang bertambah kaya dan sukses, dia telah menurunkan standar utama dari kebahagiaan, kedamaian dan ketentraman hidup. Ketika kita semua bersaing dan berjuang untuk kekuasaan dan harta benda, kita sering melalaikan apa yang paling penting. Di dalam keranjingan kita akan keunggulan diatas semuanya yang tidak pernah puas tersebut, kita sering melupakan hal-hal yang paling penting di dalam hidup kita.

Saya menghargai pilihan anda. Tetapi bagi saya, prioritas saya adalah jelas. Antara karir dan keluarga, saya selalu mendahulukan keluarga.

Saya dapat melewatkan rapat direksi dan menerima kemarahan boss saya atau membuat kesan yang jelek di hadapan rekan sekerja. Tetapi saya tidak akan membebankan trauma seumur hidup pada anak saya dengan membiarkan dia sendirian pergi wisuda tanpa kehadiran ayahnya. Saya dapat melupakan presentasi usaha dan kehilangan seorang pelanggan yang berharga ataupun
menyia-nyiakan promosi karir, tetapi saya tidak dapat meninggalkan istri saya sendirian di saat-saat kecemasannya.


Tak bermakna

Mengapa seorang public figur yang terkenal melakukan bunuh diri padahal dia tenar dan beruntung? Dapatkah kekayaan dan kebijaksanaannya mengkompensasikan perpecahan hubungannya?

Mengapa seorang istri dari politikus terkenal berzinah dengan supir keluarganya? Apakah karena kepuasan semata-mata ataukah karena rasa sakit dilalaikan dan diacuhkan oleh suami yang sangat dia sanjung?

Mengapa seorang anak memotong pergelangan tangannya atau meminum racun walaupun mereka dipenuhi oleh hidup kemewahan dan kesenangan? Dapatkah uang menggantikan cinta? Dapatkah kesenangan menggantikan kasih sayang?

Di era yang sangat maju teknologi dan peralatan yang sangat memudahkan hidup, kenapa manusia berbicara dengan komputer daripada berbicara satu sama lain? Kenapa kita mengganti tenaga manusia dengan robot dan mesin?

Mengapa kita kehilangan kegembiraan yang sangat sederhana dengan menjalin hubungan baik dengan teller di bank karena kita telah mengganti mereka dengan ATM (Anjungan Tunai Mandiri)? Mengapa melalui e-mail, internet, website, apakah kita sudah tidak lagi saling berkomunikasi? Kenapa anggota keluarga sudah tidak saling berbicara satu sama lain?

Pada akhirnya adalah sebuah neraka

Untuk sukses di dalam karir dan gagal di dalam keluarga, bagi saya, pada akhirnya adalah sebuah neraka. John Grisham, pengarang terkenal cerita fiksi
hukum menulis "The Testament" yang menceritakan seorang industrialis yang sangat sukses yang mencetak milyaran dollar tetapi kehilangan keluarganya. Di 10 halaman pertama novel tersebut, dia bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari bangunan berlantai banyak miliknya dihadapan anak-anaknya yang egois. Lewat wasiatnya, dia mencabut hak waris anak-anaknya semua dan mewariskan seluruh kekayaannya kepada anak perempuannya yang tidak sah yang menolak untuk menerimanya.

Sungguh ironis; siapapun yang bernafsu akan uang akan kehilangannya. Yang diberikan seluruh uangnya malah menolaknya. Di dalam semua maha karyanya, Grisham memberitahu kita tentang pentingnya keluarga. "A Time to Kill" menceritakan seorang ayah yang dipenjara karena membunuh pemerkosa anak gadisnya.

Sesungguhnya, kita adalah orang biasa yang seharusnya belajar dari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh orang lain. Kita harus meluruskan hidup kita dan menempatkan prioritas-prioritas kita secara berurutan. Saya tidak tahu mengenai anda. Tetapi bagi saya dan rumah saya, credo kami adalah:

Tidak ada sukses di dalam karir yang dapat mengejar sebuah kegagalan di dalam keluarga.

Tetapi jika terpaksa membuat pilihan antara karir dan keluarga, saya dengan senang hati memilih yang terakhir. Ini adalah filsafat hidup saya, keyakinan
saya. Saya berdoa dan bekerja keras agar dapat berbuat sesuai dengan keyakinan dan falsafah saya tersebut. (sumber)

0 comments: