Thursday, March 3, 2011

Film Barat Diboikot Hollywood untuk Indonesia

Kemarin (18 Februari 2011) dapat informasi bawah MPAA (Motion Picture Association of America) yang merupakan organisasi para produser film dan distributor di Amerika Serikat meng-hold semua film asal AS karena keberatan mereka atas adanya aturan dan penafsiran baru Direktorat Jenderal Bea Cukai atas UU/Peraturan tentang pajak bea masuk yang lama, yang diberlakukan per Januari 2011, yakni “BEA MASUK ATAS HAK DISTRIBUSI” YANG TIDAK LAZIM DAN TIDAK PERNAH ADA DALAM PRAKTIK BISNIS FILM DI SELURUH DUNIA!

Yang termasuk MPAA adalah :
  • Walt Disney Motion Pictures Group (The Walt Disney Company);
  • Sony Pictures (Sony Corporation);
  • Paramount Pictures (Viacom);
  • 20th Century Fox (News Corporation);
  • Universal Studios (NBC Universal);
  • Warner Bros. (Time Warner).
Wah kalau ini sudah langsung berhubungan dengan kehidupan kita, soalnya yang namanya malam mingguan salah satu acaranya ya nonton bareng, bareng pacar, bareng teman, bareng keluarga…
Sebenarnya selama ini, setiap copy film impor yang masuk ke Indonesia sudah dikenakan/dibayarkan bea masuk+pph+ppn = 23,75% dari nilai barang.
Selain itu, Negara/Ditjen pajak/Kemenkeu juga selalu menerima pembayaran pajak penghasilan sebesar 15% dari setiap film impor yang beredar di Inodnesua. Pemda/Pemkot/Pemkab pun juga selalu menerima pajak tontonan yang berkisar antara 10% – 15% untuk setiap judul yang diputarkan.
Nah hasilnya adalah selama ketentuan tentang Bea masuk atas hak distribusi fim impor tidak dicabut maka seluruh Film Amerika Serikat yang sudah masuk dan sudah membayar bea masuk TIDAK AKAN DITAYANGKAN, sedanglan untuk film-film impor yang sedang tayang, bisa dicabut sewaktu-waktu apabila pihak pemilik film impor menyatakan mencabut hak edarnya di Indonesia.
Akibat langsung dari dicabutnya HAK DISTRIBUSI FILM IMPOR untuk Indonesia itu adalah:
  1. Ditjen Bea Cukai/Ditjen Pajak/Pemda/Pemkot/Pemkab AKAN KEHILANGAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN dari film impor sebesar 23,75% atas bea masuk barang, 15% Pph hasil ekploitasi film impor, dan Pemda/Pemkot/Pemkab akan kehilangan 10-15% pajak tontonan sebagai pendapatan asli daerah!
  2. Bioskop 21 Cinepleks dengan sekitar 500 layarnya, sebagai pihak yang diberi hak untuk menayangkan film impor akan kehilangan pasokan ratusan judul film setiap tahun, sementara film nasional selama baru mampu berproduksi 50-60 judul/tahun.
  3. Dengan akan merosotnya jumlah penonton film (impor) ke bioskop, maka eksistensi industri bioskop di indonesia akan terancam. Nasib 10 ribu karyawan 21 Cinepleks dan keluarganya, akan terancam
  4. Penonton film impor di indonesia akan kehilangan hak akan informasi yang dilindungi UUD.
  5. Industri food & beverage (cafe-resto) akan terkena dampak ikutannya, juga pengunjung ke mall/pusat perbelanjaan, parkir, dll.
  6. Industri perfilman nasional harus meningkatkan jumlah produksi dan jumlah kopi filmnya bila ingin “memanfaatkan” peluang itu, yang berarti harus meningkatkan permodalannya sementara kecenderungan penonton film indonesia terus merosot.
Solusi:
  1. Bila Negara/Pemerintahan/Kemenkeu/Ditjen Pajak/Ditjen Bea Cukai/Pemda/Pemkot/Pemkab tidak ingin kehilangan Rencana Anggaran Pendapatan dari bea masuk/Pph film impor, maka ketentuan yang TIDAK LAZIM yang merupakan TAFSIR BARU ATAS UU/PERATURAN TENTANG PERPAJAKAN YANG LAMA itu HARUS DIBATALKAN/DICABUT
  2. Bila Negara/Pemerintah peduli pada nasib dan masa depan industri perbioskopan Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari nasib dan masadepan industri film nasional, maka Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata/Direktorat Film, wajib melakukan intervensi atas ketentuan yang TIDAK LAZIM tersebut dan melaporkan kepada Presiden untuk membatalkan ketentuan itu.
  3. Bila Kementerian Tenaga Kerja peduli terhadap kemungkinan terciptanya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri perbioskopan dan dampak ikutannya, akibat ketentuan yang TIDAK LAZIM itu, juga harus melaporkan kepada Presiden mengenai hal itu.
  4. Bila para penonton/penggemar film-film impor Indonesia tidak ingin negeri ini kembali ke tahun 1960-an saat film-film Amerika diboikot di Indonesia, dan akan kehilangan HAK ATAS INFORMASI dan HAK UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN/PENGAJARAN/LAPANGAN PEKERJAAN di bidang perfilman, sebagaimana dilindungi UUD 1945, atas nama masyarakat, harus mengekspresikan keberatannya melalui pelbagai saluran/media/jejaring sosial yang ada agar Ditjen Bea Cukai membatalkan ketentuan yang TIDAK LAZIM dalam industri perfilman dunia itu.
  5. Bila Negeri ini/Pemerintahan Republik Indonesia ini/Presiden SBY ini, tidak ingin dinyatakan sebagai NEGARA YANG GAGAL MELINDUNGI HAK SETIAP WARGA NEGARANYA (cq HAK ATAS INFORMASI/HAK ATAS PENDIDIKAN/PENGAJARAN), dan DIKUCILKAN DALAM PERGAULAN PERFILMAN INTERNASIONAL, maka Presiden harus memerintahkan kepada Menko Ekuin/Menkeu/Ditjen Pajak/Ditjen Bea Cukai untuk segera MEMBATALKAN/MENCABUT KETENTUAN YANG TIDAK LAZIM DALAM INDUSTRI PERFILMAN DUNIA ITU.
  6. Bila anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semua komisi yang membidangi Industri/Perdagangan/Perpajakan/Kebudayaan dan Pariwisata/Politik/Tenaga Kerja/Pendidikan peduli akan masalah ini, harus segera memanggil para pejabat terkait untuk mencabut ketentuan yang TIDAK LAZIM yang berdampak panjang tersebut.
Nah singkat cerita sebelum BEA MASUK ATAS HAK DISTRIBUSI dicabut silahkan Anda nikmati Pocong Ngesot, Jenglot Pantai Selatan, Arwah Goyang Kerawang dan film film horor bercampur selangkangan cabul di bioskop – bioskop kesayangan Anda. :)
sumber (sugicloud.com)

0 comments: